STRES PASCA TRAUMA


Psikososial :
Adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.

Masalah-masalah psikososial :
Adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.

Pengertian stres pasca trauma
Stres pasca trauma adalah
- reaksi normal dari individu terhadap kejadian yang luar biasa (Parkinson, 1993)
- akibat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa yang bersifat amat hebat dan luar biasa, jauh diluar peristiwa yang bersifat amat hebat dan luar biasa dialami banyak orang, bukan pengalaman yang normal bagi seseorang (DSM-IIIRevised)

Penyebab
Penyebab gangguan bervariasi,tetapi perdefinisi,stresor harus sedemikian berat sehingga cenderung menimbulkan trauma psikologis pada kebanyakan orang normal,walaupun tidak berarti bawa semua orang harus mengalami gangguan akibat trauma ini. Faktor psikologis,fisik,genetik dan sosial ikut berpengaruh pada gangguan ini.

Jenis stresor :
1. Bencana alam; banjir,gempa bumi
2. Bencana kecelakaan oleh karena manusia (accidental made-man disasters)
·         Kecelakaan industri
·         Kecelakaan mobil
·         kebakaran
3. Bencana oleh karena manusia yang disengaja (deliberate manmadedisasters)
·         Kamp konsentrasi tahanan/tawanan
·         Penganiayaan
·         Pemboman

Macam-macam stressor traumatik :
·         Menyaksikan peristiwa yang berakibat luka fisik atau kematian yang menakutkan seperti korban tergulung ombak, tertimpa tanah longsor, terlindas kendaraan, penganiayaan, terkena granat atau bom, kepala terpancung, tertembak, pembunuhan masal atau tindakan berutal di luar batas kemanusiaan.
·         Pengalaman berada dalam situasi terancam kematian atau keselamatan jiwanya, misalnya huru-hara kerusuhan, bencana, tsunami, air bah atau gunung meletus, peperangan, berbagai tindak kekerasan, usaha pembunuhan, penganiayaan fisik dan mental-emosional, penyanderaan, penculikan, perampokan atau pun kecelakaan.
·         Mengalami tindak kekerasan dalam keluarga
·         Mengalami secara aktual atau terancam mengalami perkosaan, pelecehan seksual yang mengancam integritas fisik dan harga diri seseorang
·         Dipaksa atau terpaksa melakukan tindak kekerasan
·         Kematian mendadak atau berpisah dari anggota keluarga atau orang yang dikasihi
·         Berhasil selamat dari tindak kekerasan, bencana alam atau kecelakaan hebat
·         Terpaksa pindah atau terusir dari kampung halaman
·         Mendadak berada dalam keadaan terasing, tercabut dari lingkungan fisik, budaya, kerabat, teman sebaya yang dikenal
·         Terputus hubungan dengan dunia luar,dilarang melakukan berbagai adat atau kebiasaan
·         Kehilangan harta benda, sumber penghidupan, privacy (hak pribadi)
·         Berada dalam kondisi serba kekurangan pangan, tempat tinggal, kesehatan.

Berbagai faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu gangguan stres pasca trauma adalah
- Tingkat keparahan stres/trauma
- Kerentanan pasien
Kanak dan usila umumnya lebih rentan dari pada para dewasa muda. Hal ini karena kanak belum memiliki mekanisme pertahanan yang memadai,sedangkan para usia lanjut umumnya sudah terlalu kaku dengan mekanisme pertahanan mereka.

Kondisi/fisik pasien :
Berbagai faktor yang mempengaruhi keparahan stresor berinteraksi dengan faktor pribadi individu untuk menimbulkan gangguan stres pasca trauma pada orang tertentu. Faktor pribadi ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya gejala psikiatrik sebagai respons terhadap trauma
Faktor ini mencakup :
1. usia pada saat terjadinya trauma
2. ciri keperibadian yang mendasari,seperti obsesef-kompulsif; astenik
3. gangguan psikiatrik sebelumnya
4. predisposisi genetik
5. dukungan sosial
Faktor organobiologis
Pasien dengan gangguan stres pasca trauma pramorbidnya mempunyai kecenderungan bereaksi otonomik secara berlebihan terhadap stres.
Faktor Psikodinamik
Trauma mengaktifkan kembali konflok yang tidak terselesaikan pada masa kanak, termasuk trauma emosional pada masa kana yang tidak disadari.

Pengenalan
Reaksi individu terhadap kejadian hebat dan luar biasa ini amat bervariasi antar individu,
- tampak tidak berpengaruh sama sekali
- mengalami reaksi ringan
- menampilkan reaksi dalam waktu singkat
- menunjukkan reaksi hebat dan menetap dalam waktu yang cukup lama,disebut gangguan stres pasca trauma.

Gambaran klinis
a. Terjadinya suatu stresor menyebabkan gejala distres yang bermakna pada hampir setiap orang
b. Adanya gejala khas berupa episoda dimana bayangan kejadian traumatik tersebut terulang kembali atau dalam mimpi, terjadi dengan latar belakang yang menetap berupa kondisi perasaan yang beku (numbness) dan penumpulan emosi,menjahi orang lain, tidak responsif terhadap lingkungannya, anhedonia dan menghindari aktifitas dan situasi yang berkaitan dengan traumannya, gangguan ingatan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, kesiagaan berlebihan), survivor guilt (rasa bersalah karena lolos dari bencana), gejala depresi
c. Lazimnya ada ketakutan dan menghindari hal-hal yang mengingatkannya kembali pada trauma yang dialami
d. Kadang-kadang bisa terjadi reaksi yang dramatik, mendadak ketakutan, panik atau agresif, yang dicetuskan oleh stimulus yang mendadak mengingatkannya kembali pada trauma yang dialaminya serta reaksi asli terhadap trauma itu.
e. Onset terjadi setelah trauma dengan masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan (jarang sampai melampaui 6 bulan), Perjalanan keadaan ini berfluktuasi dan pada kebanyakan kasus dapat diharapkan kesembuhan. Pada sejumlah kecil pasien, perjalanan penyakit dapat menjadi kronis sampai beberapa tahun dan terjadi transisi menuju suatu perubahan keperibadian yang berlangsung lama.

Penatalaksanaan
Berdasarkan kondisi stres pasca trauma,penyedian pelayanan dilakukan secara berjenjang,yaitu untuk penanganan tingkat awal sampai rujukan tertinggi.
Tingkat pelayanan tersebut sebagai berikut :
1. Pelayanan tingkat masyarakat
Dilakukan oleh relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat luas atau keagamaan maupun kader atau petugas pemerintah di tingkat desa atau kecamatan, berupa:
a. Penyuluhan (KIE)
b. Bimbingan
c. Membentuk “kelompok tolong diri”
d. Rujukan
2. Pelayanan tingkat Puskesmas/RSU Kelas C dan D
· Konseling, dilakukan terhadap penderita yang berpotensi untuk mengalami gangguan stres pasca trauma. Dilakukan secara individu oleh seorang konselor yang sudah terlatih terhadap penderita.
· Rujukan, pada kasus yang tak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling lebih lanjut/psikoterapi atau penanganan lebih lanjut
3. Pelayanan tingkat spesialistik
Penderita yang tak dapat ditangani di tingkat Puskesmas akan dirujuk ke RSJ atau Bagian Psikiater RSU Kelas A dan B. Di tingkat ini penderita akan dilayani secara lebih spesialistik oleh seorang tenaga terampil (psikiater atau psikolog ) sesuai dengan kebutuhan penderita. Penderita mungkin membutuhkan medikasi sementara untuk membantu mengatasi masalahnya yang mendesak sehingga dapat dilakukan konseling/psikiterapi yang lebih mendalam.
Medikasi dengan farkoterapi :
1. Anti ansietas
·         Diazepam 5 – 10 mg
·         Estazolam 0,5 – 1,0 mg peroral (jika ada)
·         Lorazepam 1 – 2 mg (jika ada)
·         Clonazepam 0,25 – 0,5 mg (jika ada)
2. Antidepresan
·         Amitryptiline 25 – 100 mg peroral
·         Imipramin 25 – 100 mg peroral (jika ada)
·         Clomipramine 30 – 150 mg (jika ada)
·         Moclobemide 150 – 600 mg (jika ada)
·         Maprotiline 25 – 150 mg (jika ada)
·         Fluoxetine 20 – 80 mg (jika ada)
·         Tianeptine 25 – 37,5 mg (jika ada)
·         Sertraline 50 – 200 mg (jika ada)


Pencegahan
- Stres pasca trauma dapat dideteksi sampai batas tertentu sehingga dapat dicegah agar tidak menjadi gangguan yang kronik (menahun).
- Intervensi sedini mungkin akan menghasilkan terapi yang lebih memuaskan dan akan mencegah berkembangnya stres pasca trauma menjadi gangguan stres pasca trauma.


PENGUNGSI/MIGRASI

Adalah orang atau kelompok orang warga negara Indonesia yang meninggalkan tempat tinggal akibat tekanan berupa kekerasan fisik dan atau mental akibat ulah manusia dan bencana alam guna mencari perlindungan maupun kehidupan yang baru.

Pengenalan Gejala-gejala yang umum terjadi pada pengungsi/migrasi akibat tekanan/bencana :
·         Reaksi Emosional : terkejut, terpaku, tidak percaya/menyangkal, kalut, putus asa, malu, marah, cemas, merasa bersalah, kehilangan minat akan kesenangan.
·         Reaksi kognitif: mimpi buruk, konsentrasi buruk, menyalahkan diri sendiri, bingung,disorientasi, tak dapat mengambil keputusan, kehawatiran.
·         Reaksi fisik : kelelahan, sulit tidur, tegang, nyeri, palpitasi, mual, perubahan selera makan, perubahan lobido.
·         Reaksi interpersonal : konflik, ketidak percayaan, masalah pada pekerjaan, berkurangnya keintiman, penarikan diri, mengasingkan diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respons terhadap tekanan/bencana yang mengakibatkan pengungsian :
· Faktor personal :
- usia/tahap perkembangan
- ciri keperibadian,mekanisme koping
- persepsi dan pemahaman terhadap kejadian trauma
- kemampuan menerima dukungan sosial/pertolongan
- pengaruh variabel budaya, etnik, religiositas
· Faktor peristiwa :
- beratnya,lama berlangsungnya, kekerapan (frekuensi)
- derajat kesehatan fisik
- mengalami kejadian trauma seorang diri atau bersama-sama

Respons individu terhadap peristiwa tekanan/bencana yang mengakibatkan pengungsian (Cohen dkk)
·         Fase inisial (impactphase) : segera setelah mengalami bencana, menunjukkan perasaan terkumpul seperti tidak percaya (disbelit), terpaku, takut dan bingung. Reaksi tersebut merupakan respons normal terhadap peristiwa yang luar biasa berlangsung dalam minggu pertama.
·         Fase krisis : berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah bencana. Pada fase adaptasi ini terjadi perasaan yang berubah-rubah antara penyangkalan dengan gejala-gejala intrusive yang disertai keluhan gejala-gejala somatik seperti kelelahan, pusing, sakit kepala, mual, gangguan tidur dan mimpi buruk. Selain itu penderita sering menunjukkan perilaku kemarahan, mudah tersinggung, putus asa dan murung.
·         Fase resolusi : berlangsung dalam satu tahun pertama, ditandai dengan perasaan sedih, rasa bersalah dan dapat mengalami depresi. Kekecewaan dan kemarahan mudah timbul bila bantuan pertolongan atau pemulihan yang mereka harapkan tidak ada.
·         Fase rekonstruksi : berlangsung 2-3 tahun setelah peristiwa traumatik/ bencana, secara bertahap mulai pulih dari gejala-gejala psikologik dan somatik, mau menerima dan memahami makna peristiwa traumatik, membangun kembali kehidupan baru

Penatalaksanaan
·         Masalah psikososial pada pengungsi yang tidak tertangani dengan baik dapat mengakibatkan gangguan lebih lanjut, yaitu menjadi gangguan jiwa atau masalah psikososial yang menyebabkan menurunnya kualitas dan produktifitas, baik secara perseorangan maupun menyeluruh di masyarakat.
·         Pada fase inisial (impact phase), bantuan petugas penolong, keluarga atau kerabat merupakan sistem pendukung yang paling bermanfaat.
·         Pada fase-fase berikutnya, sebaiknya dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
·         Secara sistematik pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang,yaitu untuk penanganan tingkat awal sampai rujukan tertinggi. (Lihat penatalaksanaan pada Stres Pasca Trauma !, karena stres pasca trauma merupakan masalah psikososial yang sering dijumpai pada pengungsi maupun migrasi)

Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah tindakan pencegahan primer (primary prevention) - menghindari bencana atau setidaknya meminimalisasi dampak bencanapada level komunitas yang luas, dan hal tersebut memerlukan kerjasama dengan berbagai bidang lain khususnya dengan aparat pemerintahan setempat yang bertanggung jawab dalam perencanaan menghadapi bencana.
 

Demikian informasi dari saya mengenai STRES PASCA TRAUMA
Semoga bermanfaat bagi anda...
Mohon maaf jika ada salah atau kekurangan
Kritik dan saran saya harapkan dari anda sekalian.

0 comments:

Post a Comment